Kamis, 29 Desember 2011

Tunarungu

upt-slbnbatubara | Aktivitas sehari-hari pada anak-anak dapat digunakan untuk meningkatkan pendengaran, ujaran, bahasa dan berpikir. Perkembangan untuk meningkatkan pendengaran, terbagi dalam 3 bagian:
  1. Diskriminasi fonem dalam suku kata.
  2. Diskriminasi perkataan dalam ungkapan.
  3. Memori auditori.
Bahasa dikembangkan melalui peningkatan pendengaran dengan menggunakan wicaranya berulang-ulang dan dengan perbedaan akuistik yang baik. Terapis harus mulai dari apa yang dipahami dan bermakna pada anak-anak tersebut. Bahasa dan berpikir dibina bersama kemudian dikembangkan dalam bahasa lisan, disesuaikan dengan cara berkomunikasi.

Dalam meningkatkan fungsi pendengaran, terdapat hubungan antara pendengaran, wicara, bahasa dan pemikiran di dalam semua aktivitas sehari-hari, dimana sasaran itu digolongkan di dalam 1 aktivitas. Belajar mendengar tidak berhubungan dengan umur.

  1. Meningkatkan pendengaran dengan cara duduk bersebelahan dan dekat dengan pengguna Alat Bantu Dengar.
  2. Mengurangi bunyi bising di sekitarnya, seperti bunyi radio, televisi, AC dan sebagainya.
  3. Bantu anak-anak itu dengan cara menggunakan “motherese” agar wicaranya lebih jelas.
  4. Pilih aktivitas yang sesuai dengan minat dan umur anak-anak tersebut.
Tahapan-Tahapan Peningkatan Kemampuan Pendengaran:
  1. Deteksi
Untuk mengetahui ada atau tidaknya bunyi dilakukan dalam permainan, dimana anak-anak belajar memberi jawaban  terhadap bunyi yang ia dengar. Frekuensi vocal yang mudah seperti (oo), yang sedang (ah) dan (brem-m-m), lebih mudah dideteksi oleh anak-anak, oleh karena mereka sering mendengar bunyi-bunyi konsonan tersebut, kemudian dilanjutkan dengan bunyi-bunyi konsonan (m-m-m), (b-b-b) dan bisikan (baa), maka akan menambah pengenalan pendengaran.

  1. Diskriminasi
Membedakan bunyi dalam hal kualitas, intensitas, durasi dan nada. Apabila anak-anak keliru dalam berkata, maka mereka harus belajar membedakan bunyi dulu.

  1. Identifikasi
Bila anak-anak itu mulai menggunakan perkataan yang bermakna, maka orang tua dapat menambah bagaimana pendengaran anak tersebut dalam pembendaharaan katanya melalui permainan atau aktivitas sehari-hari.

  1. Pemahaman
Dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan, bercerita dan memberikan lawan kata.

Perkembangan Kemampuan Pendengaran

Perbedaan fonem dalam suku kata:
  • Menanggapi variasi vokal. Contoh: /u/, /a/, /i/ dan suara (br-r-r).
  • Menanggapi variasi konsonan. Contoh: (m-m-m), (b-b-b) dan (wa-wa).
  • Peniruan gerakan fisik (permulaan untuk bicara).
  • Mempergunakan peniruan kiu tangan (untuk produksi fonem spontan).
  • Peniruan kualitas variasi suara supra segmental pada fonem atau variasikan nada, irama dan durasi. Contoh: (ae-ae) (ae-ae), (ma) (ma), (m-a-a-a).
  • Peniruan pertukaran vokal diftong. Contoh: (a-u) (u-i) (a-i).
  • Peniruan variasi konsonan pada friktatif (gesekan, mis: f-v), nasal (sengau, mis: m-ng) dan posif (letusan, mis: p-t). Contoh: /h/ /h/ dengan /m/ /m/ /m/ dengan /b/ /b/.
  • Peniruan konsonan bersuara dan tidak bersuara, contoh: /b/ /b/ dengan /p/ /p/, kemudian variasikan dengan vokal. Contoh: (bo-bo) (pae-pae).
  • Peniruan suku kata dengan konsonan-vokal. Contoh: (ba-bo), (mi-mu).
  • Ganti komponen yang berlainan dan variasikan dengan vokal. Contoh: (ma-ma) (no-no); (bi-bi) (go-go).
  • Variasikan suku kata konsonan dengan vokal yang sama. Contoh: (bi-di), ko-go).
 Perbedaan perkataan dalam ungkapan:
  • Memperkenalkan bunyi untuk kata yang bermakna. Contoh: ngung-ngung à pesawat, ngeng-ngeng à motor; tut-tut à kereta api.
  • Memperkenalkan 2 suku kata berlainan pada kata yang bermakna. Contoh: pisang, bunga.
  • Memperkenalkan kata yang bermakna konsonan awal sama dan vokal yang bervariasi. Contoh: bola, botak, bonsai.
  • Memperkenalkan kata-kata yang bermakna dengan perbedaan konsonan yang khas untuk p.o.a (point of articulation-penempatan alat ucap) dan m.o.a (manner of articulation -caranya).
  • Memperkenalkan konsonan awal yang sama dan konsonan akhir yang berlainan. Contoh: cap, cat.
 Memori Pendengaran:
  • Mulailah dengan suara-suara yang berhubungan. Contoh: tik-tok dengan moo-oo-oo.
  • Memahami dan melakukannya. Contoh: tutup pintu, buka pintu.
  • Memperkenalkan kalimat dan mengulang kata-kata terakhir, kemudian kata-kata tengah. Contoh: Di mana bola kemudian lempar, lempar, lempar. Pegang hidung, hidung, hidung mancung.
  • Memperkenalkan kalimat, dimana kata akhir diletakkan di tengah. Contoh: Ambil gelas kemudian letakkan gelas di atas meja.
  • Pilih 2 objek kata dalam 1 kalimat. Contoh: Beri saya bola dan sepatu. Cuci kedua tanganmu.
  • Memperkenalkan obyek dengan cara mendengarkan uraian dalam kalimat. Contoh: Bila engkau mempunyai sayap, engkau dapat melakukan terbang ke atas langit.
  • Pilih 3 unit:
-         3 obyek. Contoh: saya mau buku, jeruk dan topi.
-         Kata benda, kata depan. Contoh: anjing itu di bawah kursi.
-         2 obyek dan penghubung. Contoh: beri saya apel bukan jus apel.
-         2 kata benda ditambah kata kerja. Contoh: kuda dan ayam sedang minum, boneka dan kucing duduk di kursi.
-         1 kata kerja dan 2 obyek. Contoh: cuci tangan dan kaki.
  • Memperkenalkan 4 sampai 5 unit:
-         4 obyek. Contoh: beri saya apel, buku, pensil dan penghapus.
-         2 kata kerja. Contoh: bapak sedang tidur dan ibu sedang duduk.
-         Variasikan perbedaan kata penghubung, kata depan dan kata kerja. Contoh: ambil apel atau nanas di samping gelas itu atau berikan ibu jam bukan gelang.
-         Menambah keterangan waktu. Contoh: sebelum kamu tidur harus gosok gigi dulu.
-         Menambah uraian dalam kalimat. Contoh: Bapak makan kue dan minum teh kemudian duduk di depan televisi.
  • Melakukan percakapan dari topik yang telah diketahuinya.
  • Mendengarkan cerita dan menjawab pertanyaan.
  • Melakukan percakapan dengan topik yang diketahui oleh keluarganya.
Sumber : http://anaktunarungu.multiply.com/journal/item/11/BELAJAR_MENDENGAR

Selasa, 20 Desember 2011

Anak Indigo

Sifat-sifat Anak Indigo BEDA dari sebayanya. Sifat-sifat ini,bukan merupakan gejala penyakit ; tidak akan tercantum pada ICD (International classification of disearses) dari WHO.

Anak indigo yang lahir di dunia ini juga mempunyai pelbagai misi. Kebanyakan dari mereka merupakan pengkritik suatu rencana yang salah. Mereka bertugas meluruskan ketidakbenaran dan ketidaksamaan yang ada di sekelilingnya. Hal ini ditunjukkan dengan perilaku mereka yang tidak patuh dan kesulitan dalam menjalankan dengan sistem yang ada, misalnya saja penolakan dan sikap kaku terhadap sistem pendidikan yang ada.

Anak indigo juga sering menunjukkan perilaku memberontak terhadap suatu pemerintahan, tidak patuh terhadap aturan atau adat, kesulitan dalam mengelola emosinya dan sangat peka. Tidak jarang pula anak menunjukkan sikap yang sangat dingin dan tidak mempunyai perasaan. Terkadang beberapa orang akan mencap anak dengan indikasi gangguan ADD (attention deficit disorder). Bentuk perilaku tersebut kadang-kadang menyebabkan kesulitan bagi anak-anak ini dalam melewati masa anak-anak, bahkan dalam melewati masa remaja (Chapman. 2006).
Menjadi indigo tidaklah mudah, tapi hal itu merupakan suatu tugas yang harus dijalankan. Anak indigo merupakan salah satu orang yang hadir dan membawa hal yang baru terhadap suatu kemajuan hidup manusia di bumi ini.

Sifat umum Anak Indigo
  • Cerdas (high average), karena telah melampauwi generasi biru (nala) , sehingga enggan mengikuti tradisi  ( suara & gerak dari badan ) yang tidak rasional dan tidak spiritual.
  • Dapat melakukan sesuatu yang belum pernah diajarkan ( serendipity ).Pembicaraannya jauh melampaui anak sebayanya ; sehingga tidak mau bermain seperti mereka.
  • Dapat “membaca” perasaan, kemauan dan pikiran orang lain.
  • Dapat mengetahui keberadaan mahluk halus (di rumah, sekolah, dsb).
  • Dapat mengetahui sesuatu yang terjadi di tempat lain, yang akan datang dan yang sudah berlalu ; termasuk tentang dirinya.  
  • Lebih tertarik pada hal hal yang berkaitan dengan alam dan manusia.
Pemeriksa anak indigo
Di lakukan deengan Psikiater anak, Psikologi dan pedagog yang telah terlatih dengan aspek-aspek sebagai berikut:
1.       Wawasan Psikiatri anak.
2.       Evaluasi psikologi klinik anak
3.       Evaluasi pedagogi.
4.       aura imaging
5.       Hipnografi untuk komunikasi spiritual oleh orang tua yang sudah dilatih.

Sekolah luar biasa i indigo / sekolah khusus indigoAnak indigo bukan anak berbakat (Talented child), anak indigo sering kali menguasai berbagai bidang dengan baik, sesuai dengan tipenya yang dikenal hingga saat ini :
  1. Humanis,
  2. konseptuali
  3. Artis
  4. Interdimensional.
Layanan kegiatan sekolah luar biasa I indigo/sekolah khusus indigo, adalah suatu pendekatan yang inovatif melalui bimbingan tenaga pengajar yang mampu membantu anak.anak indigo menghargai pengetahuan dan potensi bawaan mereka, menumbuhkan transformasi yang mengubah khidupan pada sikap dan perilaku mereka, serta menguatkan visi mereka yang mendalam mengenai sebuah dunia yang sempurna. Melalui jenis-jenis kegiatan dengan bimbingan individual meliputi kegiatan :
  • Warungilmu, kegiatan pembelajaran melalui akses software interaktif yang telah di disain sesuai dengan kebutuhan materi pembelajaran (SD, SMP, SMA) sesuai muatan kurikulum standar plus pengembangan tipe keindigoan.
  • Tutorial, layanan kajian materi pembelajaran dengan pendekatan individual dan mendalam.
  • Minat bakat, layanan pengembangan minat bakat meliputi, olahraga, olah hati, olah rasa /seni pertunjukan, olah pikir/ informasi teknologi (IT).
  • Pengembangan keindigoan, layanan kegiatan bimbingan spiritual dari tenaga ahli (psiciater) yang mendalami tentang indigo.
Sejarah
Istilah "anak indigo" pertama kali dikemukakan oleh Nancy Ann Tappe, seorang cenayang pada sekitar tahun 1970-an. Nancy Ann mengaku memiliki kemampuan untuk melihat aura seseorang dan ketika itu ia melihat anak-anak dengan aura indigo yang belum pernah ada sebelumnya. Singkatnya, anak-anak indigo memiliki karakteristik yang sama. Mereka mempunyai empati yang tinggi dan umumnya memiliki perilaku yang tidak lazim untuk anak seusianya.
Para pengikut New Age menganggap bahwa keberadaan anak indigo merupakan sebagai jawaban untuk memperbaiki dunia. Namun sebaliknya, banyak juga orang yang beranggapan bahwa anak-anak dengan karakteristik seperti itu adalah penderita kelainan perilaku yang sering diindentifikasi sebagai hiperaktif, tetapi anak seperti itu memiliki sifat yang budiman.

Jumat, 16 Desember 2011

Sebuah Renungan : Ada Langit Cerah di Balik Awan Gelap

Anda mengimpikan sesuatu untuk dimiliki. Atau bermimpi melakukan sesuatu yang Anda sukai. Lalu, Anda tekun berdoa memohon kepada Tuhan agar keinginan Anda terkabul, juga berusaha sangat keras untuk mewujudkannya. Anda sangat yakin itulah yang terbaik bagi hidup Anda. Namun, doa itu tak kunjung terjawab. Lalu, Anda mungkin diliputi perasaan marah dan kesal kepada-Nya...
 


Namun, pernahkah Anda terpikir bahwa mungkin ada sesuatu yang lebih baik yang Tuhan rancangkan dalam hidup Anda, sehingga saat ini Anda tidak atau belum mendapatkan keinginan Anda. Mungkin, kisah berikut ini bisa menggambarkan dengan jelas.
Sebagai seorang remaja pada tahun 1960-an, Frank Salazak mengidolakan astronot. Ia bermimpi suatu hari bisa mengangkasa seperti seorang astronot. Namun, ia tak memiliki kriteria sebagai astronot. Ia hanya bisa menjadi seorang guru di bidang sains.
Namun, suatu hari Gedung Putih mengumumkan mencari warga biasa untuk ikut serta dalam penerbangan 51-L pesawat ulang-alik Challenger. Warga itu haruslah berprofesi sebagai guru. Berita ini sungguh kebetulan sekali. Salazak memenuhi semua ketentuan itu. Hari itu juga ia mengirimkan surat lamaran ke Washington.

Hari demi hari berlalu, hingga akhirnya yang ditunggu-tunggu tiba juga. Amplop resmi berlogo NASA. Doa Salazak terkabul. Ia lolos penyisihan pertama. Minggu-minggu berikutnya, Salazak juga mengikuti tes fisik dan mental yang diadakan NASA. Perwujudan mimpinya kian dekat. Ia juga menerima panggilan untuk mengikuti program latihan astronot khusus di Kennedy Space Center.

"Dari 43.000 pelamar, kemudian 10.000 orang, dan kini aku menjadi bagian dari 100 orang yang berkumpul untuk penilaian akhir. Siapakah di antara kami yang bisa melewati ujian akhir ini? Tuhan, biarlah aku yang terpilih," begitulah isi doa Salazak. 
Ternyata, NASA memilih Christina McAufliffe. Seketika itu juga, impian Salazak hancur. Salazak merasa sangat sedih. Dirinya dilingkupi amarah kepada Tuhan. Dan, ia tak putus-putusnya bertanya kepadaNya. Ayah Salazak menghiburnya dengan berkata, "Semua terjadi karena suatu alasan." 
  
Pada 28 Januari 1986, Salazak menonton peluncuran Challenger bersama teman-temannya. Saat pesawat itu melewati menara landasan pacu, ia kembali mempertanyakan kepada Tuhan. "Kenapa bukan aku? Tuhan, aku bersedia berbuat apa saja untuk berada di dalam pesawat itu!"
Namun, hal yang tak diduga-duga terjadi pada 73 detik kemudian. Kejadian ini seolah menjawab semua pertanyaan Salazak dan menghapus keraguannya. Pesawat Challenger meledak dan seluruh awaknya tewas.

Seketika Salazak teringat pesan sang ayah, "Semua terjadi karena suatu alasan." Salazak merenung, "Aku tidak terpilih dalam penerbangan itu meski aku sangat menginginkannya karena Tuhan menginginkan aku untuk menjalani misi lain di bumi ini. Aku tidak kalah. Aku seorang pemenang. Aku menang karena aku telah kalah.
Aku masih hidup untuk bersyukur pada Tuhan karena tidak semua doaku dikabulkan." 

Sumber : http://www.andriewongso.com/artikel/aw_corner/4606/Ada_Langit_Cerah_di_Balik_Awan_Gelap/

Selasa, 13 Desember 2011

Perbedaan Tuna Grahita dengan Autis


upt-slbnbatubara | Hati-hati memberikan layanan pendidikan terhadap anak-anak yang sulit berkomunikasi. Keliru pendekatan dan terapi sangat berisiko menghambat perkembangan intelegensia anak.
Selama ini, anak yang sulit berkomunikasi dan menahan emosi cenderung dicap tunagrahita. Itu karena kurangnya pemahaman utuh tentang apa yang disebut anak-anak berkebutuhan khusus.

“Bisa jadi, anak yang bergejala demikian tergolong autisme. Antara autisme dan tunagrahita terdapat perbedaan mendasar sehingga perlakuan yang diberikan pun harus berbeda,” ujar Mudjito, Direktur Pendidikan Luar Biasa Depdiknas di sela-sela seminar “Memahami dan Mencari Solusi Kesulitan Belajar pada Anak Autisme” di Depok, Jawa Barat, Sabtu (26/2).
Menurut Mudjito, autisme ialah anak yang mengalami gangguan berkomunikasi dan berinteraksi sosial serta mengalami gangguan sensoris, pola bermain, dan emosi. Penyebabnya karena antarjaringan dan fungsi otak tidak sinkron. Ada yang maju pesat, sedangkan yang lainnya biasa-biasa saja. Survei menunjukkan, anak-anak autisme lahir dari ibu-ibu kalangan ekonomi menengah ke atas. Ketika dikandung, asupan gizi ke ibunya tak seimbang.

Adapun tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dan keterbelakangan mental, jauh di bawah rata- rata. Gejalanya tak hanya sulit berkomunikasi, tetapi juga sulit mengerjakan tugas-tugas akademik. Ini karena perkembangan otak dan fungsi sarafnya tidak sempurna. Anak-anak seperti ini lahir dari ibu kalangan menengah ke bawah. Ketika dikandung, asupan gizi dan zat antibodi ke ibunya tidak mencukupi.
“Sepintas, anak-anak autis dan tunagrahita memang sama-sama sulit berkomunikasi. Tetapi, dalam perkembangannya, pada situasi tertentu anak-anak autis bisa lebih cerdas membahasakan sesuatu, melebihi anak-anak normal seusianya,” tambah Mudjito.

Dalam seminar yang menampilkan drg Sri Utami Soedarsono (Direktur Pelita Hati, Pusat Pendidikan untuk Anak Berkebutuhan Khusus) serta Ery Soekresno Psi (konsultan anak berkebutuhan khusus) tersebut, terungkap bahwa istilah autisme berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme yang berarti aliran. Autisme berarti suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri.

Penyebab autis sangat kompleks, tak lepas dari faktor genetika dan lingkungan sosial. Awal Februari lalu, para ilmuwan yang bertemu pada “Autism Summit” di California, Amerika Serikat (AS), sepakat bahwa gejala autisme disebabkan oleh interaksi sejumlah gen dengan faktor-faktor lingkungan yang belum teridentifikasi.
Mengutip International Herald Tribune (10/2), Mudjito menguraikan, ditemukan sedikitnya dua indikasi autisme pada bayi baru lahir. Pertama, zat putih pada otak-yang berisi serat-serat penghubung neuron di wilayah terpisah dalam otak-berkembang hingga 9 bulan, kemudian berhenti. Pada usia 2 tahun, zat putih ini ditemui secara berlebihan di lobes bagin depan, cerebellum, dan wilayah asosiasi di mana terjadi pemrosesan tingkat tinggi.
Kedua, lingkaran kepala bayi baru lahir lebih kecil daripada rata-rata lingkaran kepala bayi baru lahir pada umumnya. Pada usia 1-2 bulan, tiba-tiba otaknya tumbuh dengan pesat. Hal serupa terjadi pada usia 6 bulan-2 tahun. Pertumbuhan ini lalu menurun pada usia 2-4 tahun. Ukuran otak anak autis berusia 5 tahun lebih kurang sama dengan ukuran otak anak normal berusia 13 tahun.

Beberapa teori lain juga mengungkapkan, autisme juga dapat disebabkan oleh virus seperti rubella, toxo, herpes, jamur, nutrisi buruk, perdarahan, dan keracunan makanan saat hamil. Hal itu menghambat pertumbuhan sel otak pada bayi sehingga fungsi otak pada bayi yang dikandung terganggu, terutama fungsi pemahaman, komunikasi, dan interaksi.
Terkait dengan nutrisi, Mudjito menunjuk pola hidup pada masyarakat kota turut mendukung potensi lahirnya anak autis. Misalnya, mengonsumsi makanan dan minuman tanpa pengendalian mutu, termasuk makanan cepat saji. Bisa juga karena sayur dan buah yang dikonsumsi mengandung zat pestisida.

Tak pelak, prevalensi (peluang terjadinya) autisme sangat pesat. Tahun 1980-an, di AS, dari hanya 4-5 anak yang autis per 10.000 kelahiran naik menjadi 15-20 per 10.000 kelahiran pada tahun 1990-an. Tahun 2000-an, sudah mencapai 60 per 10.000 kelahiran.

Belum ada data tentang prevalensi autisme di Indonesia. Namun, mengingat pola hidup kurang sehat di negara maju pun sudah merambah masyarakat kota-kota besar di Indonesia, fenomenanya diyakini mirip AS. “Di sekolah- sekolah luar yang berada di kota besar, tidak sulit menemukan anak autis. Di pedalaman, hampir tidak ditemukan,” papar Mudjito.
Ia menghargai maraknya inisiatif lembaga sosial di tiap kota yang membuka layanan pendidikan khusus bagi autisme. Apalagi pola pendekatannya cenderung menyeluruh, termasuk aspek medis.
Hanyalah satu dari delapan jenis kelainan gejala khusus yang menjadi sasaran layanan pendidikan khusus, yang kini dikembangkan pemerintah dan masyarakat. Jenis-jenis kelainan lainnya mencakup tunanetra (gangguan penglihatan), tunadaksa (kelainan pada alat gerak/tulang, sendi, dan otot), tunagrahita (keterbelakangan mental), dan tunalaras (bertingkah laku aneh).
Badan Pusat Statistik mencatat, saat ini sekitar 1,5 juta anak di Indonesia yang mengalami kelainan seperti itu. Namun, karena terbatasnya sarana pendidikan luar biasa, baru sekitar 50.000 anak yang mengenyam pendidikan. Sesuai Deklarasi Salamanca 1994 dan UU Sistem Pendidikan Nasional, anak berkelainan khusus harus mendapatkan pendidikan setara dengan anak-anak lainnya.

Oleh karena itu, pemerintah menggalakkan model pendidikan inklusi, di mana sekolah umum bisa memberikan layanan pendidikan terhadap anak berkebutuhan khusus, terpadu dengan siswa pada umumnya. Sayangnya, pengadaan guru khusus untuk pendidikan layanan khusus masih sulit dipenuhi. Tahun ini, dari 75.000 kuota pengangkatan pegawai negeri sipil untuk guru, hanya 500 guru sekualifikasi itu yang terangkat. Padahal, secara nasional masih dibutuhkan 1.500.
Jika secara totalitas anak berkebutuhan khusus saja sulit terlayani, apalagi anak autis, yang selama ini cenderung dicap tunagrahita.

Sumber : http://www.anakluarbiasa.com/ArtikelAnakLuarBiasa/Detail/135/Perbedaan-Tuna-Grahita-dan-Autis.html

Senin, 12 Desember 2011

Mengatasi Anak Hiperaktif

upt-slbnbatubara | Ada tiga gejala yang mengindikasikan seorang anak memiliki gangguan hiperaktif:
  1. Inatensi, yakni rendahnya pemusatan perhatian atau konsentrasi pada anak. Anak-anak degan gangguan hiperaktif tidak atau hanya memiliki kemampuan berkonsentrasi yang sangat rendah. Perhatiannya begitu mudah teralihkan dari satu hal ke hal yang lainnya.
  2. Hiperaktif, yakni anak tidak bisa diam. Ia banyak melakukan gerakan-gerakan dan begitu sulit untuk dibuat duduk diam dan tenang. Ia senang berlari-lari, membuat suara-suara berisik, berjalan kesana kemari, dsb. Karena itu, seringkali anak hiperaktif pulang dengan membawa banyak luka akibat ulahnya sendiri.
  3. Impulsif, yakni lemahnya menunda respon. Perilaku impulsive ini ditandai dengan ketidakmampuan anak mengendalikan sesuatu. Ia biasa melakukan segala sesuatunya tanpa pertimbangan dan sering kali ditunjukkan dengan ketidaksabaran.
Nah, ketika anak mengalami gangguan hiperaktif ini, para ibu biasanya menjadi gugup dan kebingungan. Sering kali mencoba menutup diri dan tidak mau mengakui apa yang dialami anaknya. Padahal, sebetulnya, tidak perlu gugup atau kuatir yang terlalu tinggi.

Menerima dengan ikhlas. Segala sesuatunya telah ditentukan oleh Yang Maha memberikan anak, yaitu Allah. Jika Allah menguji kita dengan hadirnya anak dengan gangguan hiperaktif, itu tandanya Allah Tahu bahwa kita mampu dan dapat mengatasi serta mendidik anak dengan sebaik-baiknya.
Anak hiperaktif cenderung memiliki kecerdasan yang luar biasa. Ini yang sering kali dilupakan bahkan tidak diperhatikan. Para ibu cenderung bergulat dan berkutat pada kesedihan dan kekecewaan terhadap putranya. Tapi tidak mau melihat, bahwa anak-anak dengan gangguan hiperaktif ternyata memiliki kecerdasan yang luar biasa. Tugas ibulah yang mencari dan menggali kecerdasan ini.
Ajarkan kedisiplinan. Anak-anak hiperaktif cenderung tidak disiplin. Mereka tidak mau tenang, dan cenderung membangkang. Tidak patuh pada aturan. Nah, jika demikian, maka Anda harus membuat sebuah “kontrak” perjanjian dengannya untuk berlatih disiplin.
Tidak menghukumnya secara berlebihan. Bukan salah anak Anda jika ia hiperaktif. So, jangan menghukumnya karena gangguan hiperaktif ini. Melatihnya berdisiplin, oke. Tapi, dengan cara yang baik dan benar.
Lebih banyak bersabar. Ini adalah tuntutan utama bagi para orangtua. Tanpa kesabaran, maka Anda tidak akan dapat menangani anak Anda dengan baik.
Menjaga komunikasi dan biarkan ia merasakan kasih sayang Anda. Ketika anak melihat dan merasakan perhatian yang diberikan orangtuanya, dan memang, perlu diakui, bahwa menjalin komunikasi dengan anak-anak hiperaktif ini harus senantiasa. Ibaratnya, harus setiap menit kita mengajaknya berkomunikasi. Dan bukannya memanjakan, perhatian terhadap anak-anak hiperaktif memang harus lebih banyak dibandingkan saudara-saudaranya yang normal.

Sumber : http://pondokibu.com/parenting/mengatasi-anak-hiperaktif/

Jumat, 09 Desember 2011

Mengenai Autisme dan Pendidikannya

ISTILAH
  • Autism = autisme yaitu nama gangguan perkembangan komunikasi, sosial, prilaku pada anak (Leo Kanner & Asperger, 1943).
  • Autist = autis : Anak yang mengalami ganguan autisme.
  • Autistic child = anak autistik : Keadaan anak yang mengalami gangguan autisme
APA AUTISME ITU?
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos =diri dan isme= paham/aliran.
  • American Psych: autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami kondisi menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku “Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik”. (American Psychiatic Association 2000)
  • Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial (Mardiyatmi ‘ 2000).
  • Gangguan autisme terjadi pada masa perkembangan sebelum usia 36 bulan “Sumber dari Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa” (PPDGJ III)
  • Autisme dapat terjadi pada anak, tanpa perbedaan ras, etnik, tingkat sosial ekonomi dan pendidikan.
  • Privalensi Autisme diperkirakan 1 per 150 kelahiran. Menurut penelitian di RSCM selama tahun 2000 tercatat jumlah pasien baru Autisme sebanyak 103 kasus. Dari privalensi tersebut diperkirakan anak laki-laki autistik lebih banyak dibanding perempuan (4:1).
APA TANDA-TANDA ANAK AUTISTIK?
Anak autistik menunjukkan gangguan–gangguan dalam aspek-aspek berikut ini: (sering dapat diamati sehari-hari)
Bagaimana Anak Austistik berkomunikasi?
  • Sebagian tidak berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal.
  • Tidak mampu mengekpresikan perasaan maupun keinginan
  • Sukar memahami kata-kata bahasa orang lain dan sebaliknya kata-kata/bahasa mereka sukar dipahami maknanya..
  • Berbicara sangat lambat, monoton, atau tidak berbicara sama sekali.
  • Kadang-kadang mengeluarkan suara-suara aneh.
  • Berbicara tetapi bukan untuk berkomunikasi.
  • Suka bergumam.
  • Dapat menghafal kata-kata atau nyanyian tanpa memahami arti dan konteksnya.
  • Perkembangan bahasa sangat lambat bahkan sering tidak tampak.
  • Komunikasi terkadang dilakukan dengan cara menarik-narik tangan orang lain untuk menyampaikan keinginannya.
Bagaimana anak austistik bergaul?
  • Tidak ada kontak mata
  • Menyembunyikan wajah
  • Menghindar bertemu dengan orang lain
  • Menundukkan kepala
  • Membuang muka
  • Hanya mau bersama dengan ibu/keluarganya
  • Acuh tak acuh, interaksi satu arah.
  • Kurang tanggap isyarat sosial.
  • Lebih suka menyendiri.
  • Tidak tertarik untuk bersama teman.
  • Tidak tanggap / empati terhadap reaksi orang lain atas perbuatan sendiri.
Bagaimana anak autistik membawakan diri ?
  • Menarik diri
  • Seolah-olah tidak mendengar (acuk tak acuh/tambeng)
  • Dapat melakukan perintah tanpa respon bicara
  • Asik berbaring atau bermain sendiri selama berjam-jam.
  • Lebih senang menyendiri. .
  • Hidup dalam alam khayal (bengong)
  • Konsentrasi kosong
  • Menggigit-gigit benda
  • Menyakiti diri sendiri
  • Sering tidak diduga-duga memukul teman.
  • Menyenangi hanya satu/terbatas jenis benda mainan
  • Sering menangis/tertawa tanpa alasan
  • Bermasalah tidur/tertawa di malam hari
  • Memukul-mukul benda (meja, kursi)
  • Melakukan sesuatu berulang-ulang (menggerak-gerakkan tangan, mengangguk-angguk dsb).
  • Kurang tertarik pada perubahan dari rutinitas
Bagaimana kepekaan sensori integratifnya anak autistik ?
  • Sangat sensitif terhadap sentuhan ,seperti tidak suka dipeluk.
  • Sensitif terhadap suara-suara tertentu
  • Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.
  • Sangat sensitif atau sebaliknya, tidak sensitif terhadap rasa sakit.
Bagaimana Pola Bermain autistik anak?
  • Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
  • Kurang/tidak kreatif dan imajinatif
  • Tidak bermain sesuai fungsi mainan
  • Menyenangi benda-benda berputar, sperti kipas angin roda sepeda, dan lain-lain.
  • Sering terpaku pada benda-benda tertentu
Bagaimana keadaan emosi anak autistik ?
  • Sering marah tanpa alasan.
  • Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum )bila keinginan tidak dipenuhi.
  • Tiba-tiba tertawa terbahak-bahak atau menangis tanpa alasan
  • Kadang-kadang menyerang orang lain tanpa diduga-duga.
Bagaimana kondisi kognitif anak autisti?
Menurut Penelitian di Virginia University di Amerika Serikat diperkirakan 75 – 80 % penyandang autis mempunyai kemampuan berpikir di bawah rata-rata/retardasi mental, sedangkan 20 % sisanya mempunyai tingkat kecerdasan normal ataupun di atas normal untuk bidang-bidang tertentu.
  • Sebagian kecil mempunyai daya ingat yang sangat kuat terutama yang berkaitan denga obyek visual (gambar)
  • Sebagian kecil memiliki kemampuan lebih pada bidang yang berkaitan dengan angka.
APA PENYEBAB AUTISME?
Sampai sekarang belum terdeteksi faktor yang menjadi penyebab tunggal timbulnya gangguan autisme. Namun demikian ada beberapa faktor yang di mungkinkan dapat menjadi penyebab timbulnya autisme. berikut:
1. Menurut Teori Psikososial
Beberapa ahli (Kanner dan Bruno Bettelhem) autisme dianggap sebagai akibat hubungan yang dingin, tidak akrab antara orang tua (ibu) dan anak. Demikian juga dikatakan, orang tua/pengasuh yang emosional, kaku, obsesif, tidak hangat bahkan dingin dapat menyebabkan anak asuhnya menjadi autistik.
2. Teori Biologis
  1. Faktor genetic: Keluarga yang terdapat anak autistik memiliki resiko lebih tinggi dibanding populasi keluarga normal.
  2. Pranatal, Natal dan Post Natal yaitu: Pendarahan pada kehamilan awal, obat-obatan, tangis bayi terlambat, gangguan pernapasan, anemia.
  3. Neuro anatomi yaitu: Gangguan/disfungsi pada sel-sel otak selama dalam kandugan yang mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi, perdarahan, atau infeksi.
  4. Struktur dan Biokimiawi yaitu: Kelainan pada cerebellum dengan cel-sel Purkinje yang jumlahnya terlalu sedikit, padahal sel-sel purkinje mempunyai kandungan serotinin yang tinggi. Demikian juga kemungkinan tingginya kandungan dapomin atau opioid dalam darah.
3. Keracunan logam berat misalnya terjadi pada anak yang tinggal dekat tambanga batu bara, dlsb.
4. Gangguan pencernaan, pendengaran dan penglihatan. Menurut data yang ada 60 % anak autistik mempunyai sistem pencernaan kurang sempurna. Dan kemungkinan timbulnya gejala autistik karena adanya gangguan dalam pendengaran dan penglihatan.


II. APA YANG PERLU KITA LAKUKAN TERHADAP ANAK AUTISTIK USIA DINI?
Sebelum/sembari mengikuti pendidikan formal (sekolah). Anak autistik dapat dilatih melalui terapi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak antara lain:
  1. Terapi Wicara: Untuk melancarkan otot-otot mulut agar dapat berbicara lebih baik.
  2. Terapi Okupasi : untuk melatih motorik halus anak.
  3. Terapi Bermain : untuk melatih mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain.
  4. Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy) : untuk menenangkan anak melalui pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang.
  5. Terapi melalui makan (diet therapy) : untuk mencegah/mengurangi tingkat gangguan autisme.
  6. Sensory Integration therapy : untuk melatih kepekaan dan kordinasi daya indra anak autis (pendengaran, penglihatan, perabaan)
  7. Auditory Integration Therapy : untuk melatih kepekaan pendengaran anak lebih sempurna
  8. Biomedical treatment/therapy : untuk perbaikan dan kebugaran kondisi tubuh agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak (dari keracunan logam berat, efek casomorphine dan gliadorphine, allergen, dsb)
  9. Hydro Therapy : membantu anak autistik untuk melepaskan energi yang berlebihan pada diri anak melalui aktifitas di air.
  10. Terapi Musik : untuk melatih auditori anak, menekan emosi, melatih kontak mata dan konsentrasi.

III. Ada Beberapa Pendekatan Pembelajaran Anak Autistik Antara Lain
  • Discrete Tial Training (DTT) : Training ini didasarkan pada Teori Lovaas yang mempergunakan pembelajaran perilaku. Dalam pembelajarannya digunakan stimulus respon atau yang dikenal dengan orperand conditioning. Dalam prakteknya guru memberikan stimulus pada anak agar anak memberi respon. Apabila perilaku anak itu baik, guru memberikan reinforcement (penguatan). Sebaliknya perilaku anak yang buruk dihilangkan melalui time out/ hukuman/kata “tidak”
  • Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Programfor Preschoolers and Parents) menggunakan stimulus respon (sama dengan DTT) tetapi anak langsung berada dalam lingkungan sosial (dengan teman-teman). Anak auitistik belajar berperilaku melalui pengamatan perilaku orang lain.
  • Floor Time merupakan teknik pembelajaran melalui kegiatan intervensi interaktif. Interaksi anak dalam hubungan dan pola keluarga merupakan kondisi penting dalam menstimulasi perkembangan dan pertumbuhan kemampuan anak dari segi kumunikasi, sosial, dan perilaku anak.
  • TEACCH (Treatment and Education for Autistic Childrent and Related Communication Handicaps) merupakan pembelajaran bagi anak dengan memperhatikan seluruh aspek layanan untuk pengembangan komunikasi anak. Pelayanan diprogramkan dari segi diagnosa, terapi/treatment, konsultasi, kerjasama, dan layanan lain yang dibutuhkan baik oleh anak maupun orangtua.

IV. BAGAIMANA MODEL PELAYANAN PENDIDIKAN
Pendidikan untuk anak autistik usia sekolah bisa dilakukan di berbagai penempatan. Berbagai model antara lain:
1. Kelas transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak autistik yang telah diterapi memerlukan layanan khusus termasuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu atau struktur. Kelas transisi sedapat mungkin berada di sekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan dimodifikasi sesuai kebutuhan anak.
2. Program Pendidikan Inklusi
Program ini dilaksanakan oleh sekolah reguler yang sudah siap memberikan layanan bagi anak autistik. Untuk dapat membuka program ini sekolah harus memenuhi persyaratan antara lain:
  1. Guru terkait telah siap menerima anak autistik
  2. Tersedia ruang khusus (resourse room) untuk penanganan individual
  3. Tersedia guru pembimbing khusus dan guru pendamping.
  4. Dalam satu kelas sebaiknya tidak lebih dari 2 (dua) anak autistik.
  5. Dan lain-lain yang dianggap perlu.
3. Pragram Pendidikan Terpadu
Program Pendidikan Terpadu dilaksanakan disekolah reguler. Dalam kasus/waktu tertentu, anak-anak autistik dilayani di kelas khusus untuk remedial atau layanan lain yang diperlukan. Keberadaan anak autistik di kelas khusus bisa sebagian waktu atau sepanjang hari tergantung kemampuan anak.
4. Sekolah Khusus Autis
Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autistik terutama yang tidak memungkinkan dapat mengikuti pendidikan di sekolah reguler. Anak di sekolah ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi sekeliling mereka. Pendidikan di sekolah difokuskan pada program fungsional seperti bina diri, bakat, dan minat yang sesuai dengan potensi mereka.
5. Program Sekolah di Rumah
Program ini diperuntukkan bagi anak autistik yang tidak mampu mengikuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya. Anak-anak autistik yang non verbal, retardasi mental atau mengalami gangguan serius motorik dan auditorinya dapat mengikuti program sekolah di rumah. Program dilaksanakan di rumah dengan mendatangkan guru pembimbing atau terapis atas kerjasama sekolah, orangtua dan masyarakat.
6. Panti (griya) Rehabilitasi Autis.
Anak autistik yang kemampuannya sangat rendah, gangguannya sangat parah dapat mengikuti program di panti (griya) rehabilitasi autistik. Program dipanti rehabilitasi lebih terfokus pada pengembangan:
(1) Pengenalan diri
(2) Sensori motor dan persepsi
(3) Motorik kasar dan halus
(4) Kemampuan berbahasa dan komunikasi
(5) Bina diri, kemampuan sosial
(6) Ketrampilan kerja terbatas sesuai minat, bakat dan potensinya.
Dari beberapa model layanan pendidikan di atas yang sudah eksis di lapangan adalah Kelas transisi, sekolah khusus autistik dan panti rehabilitasi.

Senin, 05 Desember 2011

Tunadaksa(D)

Tuna berarti cacat, Daksa berarti tubuh. Istilah lain dari Tunadaksa :
1. Cacat Fisik
2. Cacat Orthopedi
3. Crippled
4. Phocially handicapped
5. Physically Disabled
    Pengertian tunadaksa :
    •   Kelainan yang meliputi cacat tubuh atau kerusakan tubuh
    •   Kelainan atau kerusakan pada fisik dan kesehatan.
    •   Kelainan atau kerusakan yang disebabkan oleh kerusakan
    •   Otak dan saraf tulang belakang 
    Penyebab Tunadaksa
    Penyebab tunadaksa dilihat saat terjadinya kerusakan otak dapat terjadi pada:
    • Sebab sebab sebelum lahir antara laian : terjadi infeksi penyakit, kelainan kandungan, kandungan radiasi, saat mengandung mengalami trauma (Kecelakaan).
    • Sebab sebab pada saat kelahiran, antara lain : Proses kelahiran terlalu lama, Proses kelahiran yang mengalami kesulitan Pemakaian Anestasi yang melebihi ketentuan.
    • Sebab sebab setela2h proses kelahiran, antara lain : Kecelakaan, lnfeksi penyakit, dan Ataxia (ketidakmampuan koordinasi tubuh)

     Kelas Tunadaksa di UPT. SLB Negeri Batu Bara

    Pelayanan Pendidikan bagi anak Tunadaksa, guru mempunyai peranan ganda disamping sebagai pengajar, pendidik juga sebagai pelatih. Pelayanan terapi yang diperlukan anak tunadaksa antara lain : latihan bicara, fisioterapi, Occupational Therapy dan Hydro Therapy.
    Anak Tunadaksa pada dasarnya sama dengan anak normal lainnya, hanya dari aspek psikologi sosial mereka membutuhkan rasa aman dalam bermobilisasi dalam kehidupannya.

    Berikut ini adalah alat-alat bantu yang digunakan oleh Tunadaksa yang ada di UPT. SLB Negeri Batu Bara






    Barrel Roll

    Korosi

    Kursi Roda

    Rocher Balan Squeare

    Sport Bol Hand

    Vestibuler Board

    Sepeda Roda 3

    Four Balancing Board

    Sepeda Tuna Daksa

    Sepeda

    Shaking Board

     Bed (Examination Couch)